Pemerintah Ingin Mendata Pelaku Praktisi Sekolahrumah Tunggal?
Pada Kamis-Sabtu, 17-19 Juli 2025, saya mendapat kesempatan mewakili Rumah Inspirasi untuk memenuhi undangan dari Direktorat Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk ikut serta merumuskan petunjuk teknis Mekanisme Pendataan Sekolahrumah.
Di dalam UU No 20 tahun 2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa ada tiga kategori pendidikan di Indonesia. Formal (sekolah), nonformal (PKBM, SKB) dan informal (keluarga). Dan dalam kategori informal ini, muncul istilah Sekolahrumah atau Homeschooling sebagai kategori mengenai keluarga yang memutuskan untuk mendidik sendiri anak-anaknya tanpa terikat pada kategori pendidikan formal maupun informal.
Sebagai tambahan informasi, dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 129 tahun 2014 membagi pelaku sekolahrumah dalam tiga kategori, yaitu tunggal, majemuk dan komunitas. Sekolahrumah tunggal bermakna keluarga tersebut berkegiatan sendiri tanpa terafiliasi pada lembaga pendidikan formal maupun informal. Majemuk bermakna ada dua atau lebih keluarga pelaku sekolahrumah tunggal yang berkegiatan bersama, namun tidak terafiliasi dengan lembaga pendidikan formal maupun informal. Sedangkan sekolahrumah komunitas bermakna para keluarga pelaku sekolahrumah majemuk bersepakat untuk menjadikan kegiatan bersama tersebut dalam bentuk lembaga dengan badan hukum nonformal yang bertujuan untuk mendapatkan legalitas dan ijazah kesetaraan dari negara.
Beberapa cerita menarik yang disampaikan dari pihak kementerian yang menjadi latar belakang pertemuan tersebut adalah saat ingin mencari informasi jumlah pelaku sekolahrumah di Indonesia, hanya ada 5 nama yang muncul, dan itu pun dari sebuah lembaga pendidikan nonformal di Jambi.
Lalu tercatat ada setidaknya 40-an lembaga pendidikan nonformal berbasis PKBM yang menggunakan kata ‘homeschooling’.
Bagaimana dengan para praktisi sekolahrumah di lingkaran komunitas Rumah Inspirasi?
Pada hari pertama, saya mendapat kesempatan untuk memperkenalkan apa itu Rumah Inspirasi dan komunitas yang bernaung di bawahnya. Saya menjelaskan bahwa Rumah Inspirasi adalah platform belajar homeschooling bagi orangtua, bukan anaknya. Karena homeschooling memiliki cara belajar yang sangat berbeda dari sekolah, maka orangtua memiliki kewajiban untuk belajar lebih lengkap tentang homeschooling sebelum mengambil keputusan.
Dan salah satu yang diingatkan oleh Rumah Inspirasi kepada para orangtua yang belajar tentang homeschooling adalah mengenai pentingnya orangtua mendaftarkan anak-anaknya yang homeschooling ke PKBM untuk mendapatkan legalitas, memperoleh NISN, terdaftar di Dapodik, dan bisa mendapatkan ijazah paket A, B atau C sesuai dengan usianya.
Maka dalam konteks ingin merumuskan cara mendata para praktisi sekolahrumah yang tidak terdaftar di PKBM, saya mengusulkan agar Dinas Pendidikan bekerjasama dengan Pemda yang memiliki perangkat Dasawisma yang memang bertugas melakukan pendataan situasi riil di masyarakat. Bahkan petugas Dasawisma yang pernah berkunjung ke rumah saya sampai menanyakan jenis atap, lantai dan dinding rumah, bahkan juga menanyakan penghasilan keluarga, sumber air minum, dan sebagainya.
Maka opsi bekerjasama dengan pihak Pemda dan Dasawisma, menurut pandangan saya adalah sebuah langkah yang sangat efektif dan efisien dalam rangka menemukan anak-anak yang tergolong pada kategori sekolahrumah tunggal ini.
Dan karena yang ingin ditemukan datanya oleh Kementerian adalah para pelaku sekolahrumah, maka salah satu yang bisa dilakukan adalah dimulai pendataannya dari para pelaku sekolahrumah yang telah menjadikan kegiatan bersamanya menjadi sekolahrumah komunitas dan diberi label homeschooling.
Salah satu tantangan yang saya temukan dalam diskusi selama 3 hari tersebut adalah bahwa pendataan tersebut akan berpengaruh kepada BOP (bantuan operasional pendidikan) yang diperoleh lembaga pendidikan nonformal seperti PKBM karena dihitung berdasarkan jumlah kepala anak didik yang terdaftar. Dan kabarnya, kalau sampai seorang anak terdata sebagai pelaku sekolahrumah, walau sudah terdaftar pada PKBM tersebut, maka anak tersebut sudah tidak lagi berhak mendapatkan BOP yang disalurkan melalui PKBM.
Kemungkinan kehilangan BOP ini niscaya dapat menjadi kendala dari PKBM untuk memperbaharui catatan dari anak didiknya yang terdaftar. Maka pertanyaannya adalah apa yang membedakan antara anak didik PKBM yang dianggap pelaku sekolahrumah dengan yang bukan? Sampai diskusi selesai, belum ada jawaban yang memuaskan akan hal ini. Bahkan saya menyampaikan bahwa para praktisi homeschooling atau sekolahrumah yang sudah terdaftar di PKBM pun juga tak masalah kalau dalam pendataan di pemerintahan tidak termasuk ke dalam golongan pelaku sekolahrumah. Diberi label sebagai siswa nonformal pun tak apa bagi para pelaku homeschooling.
Diskusi pun dibagi menjadi tiga kelompok. Pihak SKB, dinas pendidikan, dosen dan kementerian ada di kelompok tersebut untuk membahas detil juknis terkait mekanisme pendataan pelaku sekolahrumah.
Secara umum, saya melihat hal ini akan memberikan keribetan tersendiri di lapangan, namun saya memahami dan menghargai kebutuhan pemerintah untuk dapat mendata para pelaku sekolahrumah di Indonesia.
Sampai tulisan ini dibuat, apa yang dibahas dalam pertemuan itu masih dalam bentuk konsep dan belum terdengar sudah benar-benar menjadi petunjuk teknis yang menjadi pegangan bagi dinas pendidikan dalam melakukan pendataan bagi para pelaku sekolahrumah.
Lalu apa yang bisa kita lakukan sebagai orangtua praktisi sekolahrumah tunggal? Sebagaimana yang sudah disampaikan di dalam kelas Memulai Homeschooling Usia Sekolah Rumah Inspirasi, bila memang ingin mengambil jalur homeschooling untuk anaknya, maka adalah penting bagi orangtua untuk segera mendaftarkan anaknya ke PKBM saat sudah memasuki usia sekolah.
Berdasarkan aturan terbaru, sebaiknya didaftarkan saat anak usia 6 atau 7 tahun. Bahkan keputusan kementerian yang terbaru menyebutkan adanya Wajib Belajar 13 tahun, artinya sejak TK sudah harus didaftarkan di lembaga TK atau PAUD. Dan ada informasi juga yang menyebutkan bahwa NISN anak baru akan didapat saat anak berusia 10 tahun atau setara kelas 4.
Apa pun itu, tetaplah mendaftarkan anak ke PKBM. Pastikan PKBM terakreditasi dan memiliki NPSN (nomor pokok sekolah nasional) agar memiliki hak untuk menerbitkan raport dan ijazah.
Dan apa pun keputusan pemerintah, selama undang-undang nomor 20 tahun 2003 belum diubah, maka praktisi sekolahrumah adalah legal sebagai bagian dari sistem pendidikan informal. Dan marilah menjaga hak anak-anak sekolahrumah atau homeschooling untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah ataupun jalur karya lainnya yang membutuhkan ijazah dengan mendaftarkannya ke PKBM. Temukan PKBM yang paling cocok dengan agenda keseharian homeschooling keluarga.
Setelah daftar PKBM? Yuk, kembali berfokus kepada pembelajaran bermakna dalam keseharian. Jadikan PKBM sebagai mitra untuk mendapatkan legalitas serta ijazah kesetaraan. Selebihnya, selamat menikmati keseharian homeschooling-nya.
Simatupang, 25 Juli 2025
(Tulisan ini diselesaikan saat menunggu dimulainya sesi ketiga pembahasan panduan orangtua dalam menyusun rencana pembelajaran sebagai pedoman bahan ajar Sekolahrumah yang kembali diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Nonformal dan Informal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah)